jump to navigation

Kehidupan Bagaikan Sungai May 13, 2008

Posted by tintabiru in Renung.
trackback


Suatu hari anak saya yang masih taman kanak-kanak sedang menghafal “Peraturan Taman Kanak-Kanak” : “Satu, membagikan setengah dari barang yang kita miliki kepada teman. Dua, jangan memukul orang lain dan mengucapkan kata-kata kotor. Tiga, jangan mengambil barang yang bukan merupakan milik kita. Empat, barang-barang selalu dalam keadaan rapi dan bersih. Lima, setelah bila orang lain harus meminta maaf…” Selesai menghafal saya bertanya pada anak saya, “Apakah semua ini sudah kamu lakukan?” Anak saya menjawab dengan penuh percaya diri, “Sudah saya lakukan.”

Tiba-tiba anak saya mengedipkan matanya sambil balik bertanya pada saya, “Ayah, apakah kesemuanya ini ayah lakukan juga?” Ditanya begitu oleh anak saya, di dalam lubuk hati yang paling dalam terjadi guncangan hebat, sungguh memalukan! Kadang kala, kita adalah orang dewasa yang telah kehilangan, kehilangan norma-norma paling mendasar menjadi seorang yang sesungguhnya.

Terpikir oleh saya aliran-aliran sungai. Di muara setiap sungai tersebut, kualitas airnya sangat jernih dan bening, akan tetapi setelah tiba di pertengahan dan hilir, airnya akan menjadi semakin keruh. Kejernihan semula yang dimiliki telah lenyap entah kemana. Ilmuwan lingkungan hidup menjelaskan bahwa dalam proses mengalirnya, setelah merusak tumbuhan di berbagai tempat, erosi tanah, pasir dan tanah terdorong turun sehingga terjadi pencemaran pada kualitas air.

Kehidupan manusia bagaikan sebuah sungai. Jika sungai ingin mempertahankan kejernihan seperti pada muaranya, maka di kedua sisi sepanjang perjalanan alirannya harus ada penghijauan, begitu juga dengan kehidupan manusia. Jika ingin selamanya mempertahankan ketulusan hati seperti pada masa kanak – kanak, maka keindahan sanubari harus selalu diperindah.

(Huang Xiaoping/The Epoch Times/lin)

Comments»

No comments yet — be the first.

Leave a comment